loro blonyo



Loro blonyo merupakan salah satu seni jenis seni patung tradisional yang ada di jawa atau di Indonesia. Yang memiliki ciri – ciri yaitu menunjukkan bahwa sebagai penyatuan pasangan antara laki – laki dan perempuan. Patung ini memang berbeda halnya dengan patung – patung tradisional lainnya seperti arca – arca pada sebelumnya, karena patung loro blonyo ini jika dilihat dari segi fungsinya, bentuknya, dan cara penempatan juga sudah berbeda. Patung ini biasanya ditemukan di rumah – rumah jawa yaitu rumah joglo. Tidak seperti dahulu, cara penempatan patung ini sudah tidak lagi terkait dengan kaidah atau adat jawa, bentuk dan model juga sudah banyak yang berubah. Model – model sudah banyak rubah sehingga lebih cenderung mengekspresikan kean jenaka atau kelucuan. Patung loro blonyo tradisional bentuknya memliki tampilan simbolik karena memang dikaitkan dengan fungsi ritual.

Cara penempatan patung loro blonyo adalah diletakkan pada senthong tengah, yaitu tempat yang di anggap sebagai tempat yang sakral di antara tempat lain dalam bagian suatu rumah joglo. Karena dianggap sakral pada senthong tengah juga di gunakan sebagai tempat untuk menyimpan padi, dan orang jawa biasa menyebut mbok sri. Dalam penempatan patung loro blonyo adalah berpasangan, hal tersebut dimaksudkan adalah karena dalam pandanan orang jawa, hal tersebut bertalian erat dengan konteks kepercayaan alam. Di dalam konteks seni tradisi, loro blonyo ditempatkan di senthong tengah, karena di dalam senthong tengah terdapat unsur – unsur seperti dipan ( yaitu tempat tidur yang berada dalam satu ruang bangunan bentuk atap limasan yang disangga empat tiang utama, dilengkapi dengan kelambu) dan barang – barang pelengkap lainnya.dan tepat di depan dipan inilah patung loro blonyo diletakkan.

a. Sejarah patung loro blonyo
Menurut catatan sejarah, Patung Loro Blonyo sudah ada sejak zaman kepemimpinan Sultan Agung di kerajaan Mataram pada 1476. Perwujudan Hinduisme itu kemudian dimodifikasi agar lebih universal, dari Dewi Sri ke patung sepasang pengantin. Mulanya, kepemilikan Loro Blonyo berkaitan erat dengan kultur dan budaya. Hanya kaum priyayi yang memilikinya. Dalam rumah joglo, patung Loro Blonyo diletakkan di sentong atau bagian rumah tengah. Bagian yang dianggap sebagai wilayah pribadi suami dan istri. Perkembangan jaman ternyata mampu membawa patung Loro Blonyo yang berasal dari jaman Jawa kuno tersebut seperti ada kembali di jaman modern saat ini. Patung Loro Blonyo menjadi representasi pemilik rumah sehingga bisa ditempatkan di luar kamar pribadi Anda misalnya di ruang tamu atau ruang keluarga sebagai aksesoris interior ruangan.

b. Mitos Dewi Sri dan Raden Sadana
”Karena merasa kesepian di khayangan, Batara Guru menciptakan wanita cantik yang diberi nama Retno Dumilah. Karena cantiknya, Batara Guru jatuh cinta. Retno Dumilah yang disebut Dewi Sri menolak dengan cara mengajukan tiga syarat yang tak dapat dipenuhi Batara Guru. Batara Guru marah karena merasa ada dewa lain yang menghalangi niatnya. Ia mengurus Kala Gumarang untuk menyelidiki.

Sang utusan terpesona dan jatuh cinta kepada Dewi Sri. Ia lantas mengejar Dewi Sri kemanapun. Dewi Sri marah, Kala Gumarang dikutuknya jadi babi. Babi itu tetap mengejar Dewi Sri sampai ke dunia. Di tempat Dewi Sri tinggal tumbuhlah tanaman padi dan tanaman lain, serta terpancar cahaya kemilau.

Prabu Mangkukuhan dari kerajaan Medang melihat cahaya itu terpancar dari sosok wanita cantik. Ketika tahu wanita itu Dewi Sri, Batara Wisnu menjelma manunggal dengan Prabu Mangkukuhan dan mengambil Dewi Sri sebagai istrinya. Batara Wisnu yang mawujud Prabu Mangkukuhan itu ada yang menyebutnya sebagai Raden Sadana. Sementara itu rakyat memanfaatkan tanaman yang ditinggalkan Dewi Sri, memelihara serta menjaganya dari ancaman babi dan hama lainnya.”

Kisah itu merupakan salah satu versi dari mitologi Jawa dan Nusantara tentang Dewi Sri sebagai Dewi Padi atau Dewi Kesuburan. Pasangannya Raden Sadana pengejawantahan Dewa Wisnu dikenal sebagai sebagi pemelihara kelestarian alam semesta. Keduanya merupakan suami-istri abadi yang menyandang misi ke dunia untuk menolong manusia menggapai kesejahteraan hidup. Versi lain menyebutkan bahwa Dewi Sri dan Sadana adalah saudara kembar (kedhono-kedhini). Keduanya saling mencintai dan berhasrat menikah. Namun, tidak terlaksana karena mereka sekandung. Karena putus asa Sadana bunuh diri dengan harapan dapat reinkarnasi menjadi manusia lain dan menikah dengan Dewi Sri.

Sepeninggal Sadana, Dewi Sri hidup mengembara dan dikejar-kejar oleh Bathara Kala. Dewi Sri kemudian ditolong para petani. Sebagai balas jasa, dengan kesaktiannya Dewi Sri memberi para petani hasil sawah yang melimpah. Para petani pun membalas kebaikan Dewi Sri dengan cara mengabadikan Dewi Sri dan Raden Sadana dalam bentuk patung pengantin duduk berdampingan.

Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat petani tradisional Jawa ditemukan peninggalan tadisi ritual dan sesajian di sawah saat akan tanam hingga pascapanen. Konon tradisi bersih desa dan labuhan awalnya terkait dengan ritual itu. Upacara ritual itu dimaksudkan untuk mendapatkan panen yang berlimpah. Dan dilaksanakan di dalam atau di luar rumah.

Di rumah ditandai dengan disediakannya sebuah ruang tetap yang disebut pasren, tempat memuja Dewi sri. Biasanya yang dipakai senthong tengah ruang tengah rumah keluarga. Dalam pasren ini terdapat balai-balai berkelambu langse lengkap dengan kasur, bantal, guling, yang dihiasi indah. Kemudian lampu robyong, hiasan burung garuda, klemuk tempat menyimpan bijian hasil pertanian, bokor kuningan berisi air dan bunga, kendi tanah liat, jlupak tempat ludah, cermin, dan sepasang loro blonyo patung pengantin. Di luar rumah ditandai dengan ritual wiwit awal, mulai baik saat pratanam maupun prapanen hingga pascapanen padi di sawah.

Setiap benda merupakan simbol dengan makna tertentu. Tidak terkecuali patung sepasang loro blonyo.lo-ro berarti sepasang blonyo berarti diu-rapi dengan air bunga. Loro blonyo berarti sepasang pengantin yang beraroma wangi bunga. Patung pengantin wanita melambangkan Dewi Sri dan Pria melambangkan Raden Sadana.

Makna lain, pasren dibuat untuk dipakai sebagai tempat upacara panggih ’temu pengantin’, midhodareni, dan siaman ’pemandian’ sebelum pasangan pengantin ditampikan di depan umum saat resepsi. Melalui ritual itu diharapkan pasangan pengantin diberi kebahagiaan abadi dan beranak banyak (subur) oleh dewi – dewi. Hal itu terkait dengan filosofi jawa yang sejak zaman KB (keluarga berencana) mulai ditinggalkan, yakni banyak anak berarti banyak rejeki. Loro blonyo kini juga ditemukan didalam kamar pengantin. Ada yang dipakai sebagai dekorasi pelaminan pengantin. Bahkan dirumah keluarga kalangan menengah dan atas, dipakai sebagai kelengkapan interior kamar dan ruangan.


c. Bentuk dan simbolisme aksesori patung loro blonyo

Perbedaan patung loro blonyo dengan patung yang lain antara lain adalah terletak pada aksesoris yang melekat pada kedua patung tersebut. Pada bagian patung loro blonyo laki – laki mengenakan kuluk kanigara berwarna hitam dikombinasi dengan garis warna kuning yang disusuna secara tegak dan mendatar serta melingkar. Kuluk yang dikenakan benar – benar merupakan kuluk sebagaimana aslinya. Bentuk cambang tampak rapi dan rambut berwarna hitam lurus bergelung halus dan dengan aksesori konde yang berwarna keemasan, terbuat dari bahan tembaga. Pandangan mata menatap lurus kedepan dengan posisi kepala tegak. Penampilan alis nampak tebal dengan garis tegas berwana hitam melingkar mengikuti bentuk mata. Bentuk hidung mbengkok sumendhe, tidak mancung tetapi tidak pula pesek, sedangkan bentuk bibir tipis warna merah. Bagian leher mengenakan kalung yang menyerupai rantai kecil yang ukurannya memanjang sampai pada pinggang. Sikap tangan ngapu rancang, di pergelangan terdapat gelang warna keemasan. Pada bagian badan diberi kelengkapan busana seperti setagen. Untuk memperindah setagen diberi hiasan berupa sabuk melingkar berwarna kuning keemasan, diberi hiasan motif geometris. Pada laki – laki bagian pinggang belakang terdapat sebuah keris. Posisi kaki duduk bersila dengan telapak dan jari – jari diperlihatkan. Kebaya yang dikenakan motif batik kawung.
Ciri – ciri bentuk patung loro blonyo perempuan adalah tampak pada pandangan mata agak menunduk. Goresan alis warna hitam tebal demikian pula di temukan garis mata bagian atas berwarna hitam. Pada dahi terdapat hiasan paes warna hijau. Bentuk rambut gelungan dilengkapi mahkota bagian atas, menggunakan cunduk mentul bentuknya warna kuning dengan variasi warna hijau. Pada bagian telinga terlihat mengenakan subang bulat yang berwarna keemasan dan putih. Bagian leher tampak mengenakan kalun rantai dominan warna emas dengan bandul besar bertingkat tiga. Sikap telapak tangan menempel pada bagian paha, suatu sikap hormat seperti yang dilakukan oleh wanita pada umumnya. Pada tangan juga mengenakan gelang berwarna kuning. Pada bagian dada mengenakan kemben, pada bagian perut dikenakan stagen yang dilengkapi ikat pinggang berwara keemasan. Pada kaki tampak pada posisi kaki sedang timpuh dengan kelihatan telapak dan jari kanan dan kiri. Kebaya yang dikenakan bermotif kawung.

Secara keseluruhan warna sepasang patung pada kulit adalah kunin keemasan ada sedikit unsur warna coklat tua, mencerminkan warna luluran warna khas manten jawa. Dilihat dari segi ekspresi patung ini menggambarkan kepribadian sepasang penganten jawa, yang jikas dilihat kaseluruhan memiliki arti simbolis kemewahan.

d. Aksesori loro blonyo
Pada dahi patung perempuan terdapat paes, dan paes ini memiliki bentuk sepeti gajah sehingga biasa diebut dengan paes gajah. Hal ini dimaksudkan agar putra dan putri mereka kelak akan memiliki kedudukan yang luhur dan tinggi. Ada bentuk paes yang lebih kecil yang terdapat pada kanan dan kiri paes gajah yang biasa di sebut pengapit. yang ujungnya menghadap ke pangkal alis dan memiliki arti yaitu simbol yoni atau wanita atau simbol kebaikan.dan paes yang lain adalah paes penitis, terletak pada kanan kiri pengapit yaitu dengan ujung menghadap ke alis. Yang melambangkan simbol lingga atau laki – laki. Bentuk rias penantin yang lain adalah godheg, yaitu melmbangkan keturunan dari manunggalnya pengapit dan penitis. Dalam gaya busana orang jawa disebut ngligo sariro, yaitu mencerminkan sikap pasrah seorang perempuan terhadap suami. Selain itu busana perempuan juga mengenakan kain dodot yang difungsikan sebagai kemben. Disamping itu juga ada busana tambahan yaitu cindhe merah campur yang disebut udhet yang hanya sebagai pelengkap saja. Dan jika untuk putra biasanya disebut sonder. Aksesori pada kepala terdapat menthol yaitu aksesori yang mengelilingi sangggul dan memiliki jumlah sembilan. Perhiasan yang mirip dengan sisir dadn disematkan pada rambut disebut cundhuk jungkat.

Pada bagian leher terdapat aksesori yaitu kalung yang memiliki bentuk menyerupai bulan sabit dan terdapat seperti bentuk padi, yang melambangkan simbol kemakmuran, sandang dan pangan. Sedangkan pada lengan terdapat kelat bahu yang terdapat pada lengan bagian kiri dan kanan, dipercaya bahwa sebagai simbol menolak mara bahaya. Aksesori yang ada pada pergelangan tangan adalah gelang, yang dimaksudkan sebagai kelanggengan dan keabadian. Pada bagian telinga terdapat subang yang berbentuk bunga dan melambangkan kekayaan. Pada patung laki – laki bagian kepala mengenakan kuluk danterdapat nyamat yang berbentuk seperti cengkih yang melambangkan keunggulan.

e. Patung Loro blonyo Solo dan Jogja
Patung Loro blonyo berasal dari lingkungan kraton, kemudian secara turun –temurun dari para pengrajin pengabdi Kraton yang semula hanya membuat patung Loro blonyo untuk kepentingan Kraton,mulai merambah di luar kraton dengan adanya pengrajin kraton yang ingin memgembangkannya.
Dalam perkembangannya antara patung Loroblonyo Jogja dengan patung di Solo terdapat beberapa perbedaan pada aksesoris patung yang dikenakannya dan dari perbedaan tersebut juga memiliki makna tertentu,yaitu
-Patung Loro blonyo Jogja :Pada bagian aksesotis Nyamat berbentuk tajam, memiliki makna, keramahan
 . 
-Patung Loro blonyo solo : Pada bagian aksesoris Nyamat berbentuk tumpul, memiliki makna, cerdas, bertoleransi dan bijaksana
f. Proses pembuatan
Dalam proses pengerjaan patung loro blonyo memperlukan beberapa tahap pembuatan. Dalam pembuatan patung memperlukan bahan dan alat seperti: bahan utama dalam pembuatan patung adalah kayu. Kayu yang biasa di gunakan untuk pembuatan adalah kayu sengon dan kayu pule. Alasan pemilihan bahan baku ini di karenakan kayu tersebut memiliki sifat yaitu kayu tersebut empuk, dalam artian kayu tersebut tidak terlalu keras untuk di buat kerajinan dan mudah dibentuk, selain itu kayu tersebut mudah di dapatkan. Maksudnya adalah untuk mendapatkan kayu tidak perlu untuk mengambil dari daerah yang jauh, daerah yang biasa menjadi langganan adalah dari magelang, pacitan dan gunung kidul sendiri. Dan mendapatkan kayu tersebut tidak di pengaruhi oleh musim, jadi setiap saat jika ingin membutuhkan kayu dapat dengfan segera memesannya. Selain itu, kayu tersebut juga memiliki harga yang lebih miring di banding dengan kayu – kayu yang lain.

Selain kayu yang menjadi bahan baku utama pembuatan, bahan – bahan lain yang diperlukan adalah cat, melamin, dan lem kayu. Cat yang digunakan adalah cat tembok. Cat berfungsi sebagai finishing yaitu untuk memberi warna pada patung. Cat juga digunakan sebagai warna dasar dalam pengecatan sebelum di deri warna yang beragam, cat yang digunakan dasaran adalah cat tembok berwarna putih. Sedangkan untuk menghasilkan warna yang beragam membutuhkan cat tembok putih yang di campur dengan cat pigmen. Alasan pemilihan cat ini dikarenakan juga lebih ekonomis dan lebih murah dibanding dengan cat lain, selain itu cat ini mudah dicampur dan cepat kering. Untuk finishing selain di cat juga ada yang menggunakan melamin, yaitu suatu bahan yang berfungsi untuk melindungi patung agar lebih awet juga sebagai finishing yang paling akhir. Selain menggunakan melamin kadang juga menggunakan pelitur sebagai finishing.

Untuk menyambung bagian – bagian kayu menggunakan lem kayu atau biasa di sebut lem putih, karena memang lem ini berwarna putih. Untuk menghemat biaya dalam pembuatan patung biasanya menyambung potongan – potongan kayu yang sudah dibentuk, dalam pembuatan patung jarang sekali menggunakan satu bagian kayu / satu gelondongan kayu untuk dijadikan patung, apalagi dengan patung yang berukuran besar, hal tersebut tidak mungkin dilakukan selain boros kayu juga harga jual sama dengan patung yang tidak berasal dari satu gelondongan kayu. Tapi apabila patung ukurannya kecil dapat dibuat dari satu potongan kayu. Maka diperlukan lem kayu untuk menyambung ataupun untuk memperbaiki patung apabila ada bagian yang rusak.

Sebagai penunjang dalam pemprosesan patung diperlukan alat – alat yang mendukung seperti gergaji, tatah, alat serut, jigsaw, pisau, palu/ganden, amplas, oven, mesin bor, kuas. Gergaji dan jigsaw berfungsi sebagai alat pemotong, jika gergaji digunakan untuk memotong kayu, sedangkan jigsaw adalah suatu alat (gergaji) yang digerakkan oleh mesin/motor yang digunakan untuk memotong dan membentuk kayu yang agak rumit dan tidak terlalu besar. Tatah dan pisau digunakan untuk membentuk, mengurangi bagian – bagian kayu, dan mengukir. Alat serut digunakan untuk menghaluskan kayu dengan bidang yang berukuran besar, palu di gunakan sebagai alat bantu untuk memukul tatah. Amplas digunakan untuk finishing penghalusan pada bagian akhir. Mesin bor di gunakan sebagai alat untuk melubangi kayu. Dan sedangkan mesin oven digunakan sebagai pengering kayu, jika kayu dalam keadaan masih basah dan pada saat minim sinar matahari untuk proses pengeringan. 


Berdasarkan fungsinya
Jika dilihat dari segi fungsinya ada dua macam yaitu :
a. Seni murni
Yang termasuk karya atau produk seni murni dari Pak Tukiran adalah patung, patung loro blonyo, topeng batik, topeng ukiran, wayang golek. Dalam segi ini seni yang ditampilkan adalah seni yang bergaya klasik atau sekarang berkembang menjadi klasik modern. Yaitu seni yang mengacu pada jawa kuno yaitu perwujudan zaman Hindhuisme yang sekarang berkembang menjadi lebih universal.

b. Seni terapan
selain membuat produk yang berfungsi sebagai seni murni, Pak Tukiran juga membuat produk yang dapat difungsikan sebagai alat – alat keperluan sehari – hari, tidak hanya sebagai seni saja tetapi juga dapat difungsikan, produk – produk tersebut adalah seperti membuat tempat pensil, box file, dakon (mainan anak), tempat buah, asbak, dll. Benda – benda tersebut dibuat tidak hanya di pandang sebagai benda fungsional saja, melainkan juga benda – benda tersebut digarap dengan halus, yaitu pemaksimalan dalam pembuatan karya, dengan mengukir dan melukis atau membatik benda tersebut.